Aku pusing. Aku butuh uang, secepatnya. Bagaimanapun
caranya. Uang dengan jumlah yang tidak sedikit. Uang untuk membeli tas birkin,
membeli make-up import, pergi ke salon bareng temen-temen, creambath rambut, blow
rambut, beli dress seksi untuk clubbing tiap malam senin, malam kamis, dan
malam minggu. Minimal tiga dress. manicure, pedicure. Gaun untuk pesta akhir
bulan. Ke cafe terkenal atau club malam yang anggotanya adalah konglomerat dan
juga para pejabat negara. Minimal bisa mengikuti gaya mereka. Semua dituntut
untuk berpenampilan menarik. Bukankah untuk itu butuh uang? Uang banyak? Ya,
aku harus cari cara agar bisa mendapatkan banyak uang. hanya ada satu barang
berharga yang kupunya. Aku ingin menjualnya. Tapi sayang karena hanya ini yang
kupunya satu-satunya. ah, kufikir tak apa, karena dengan menjual barang ini aku
bisa membeli segalanya.
Pagi-pagi benar aku telah bersiap-siap, menyetop taksi
yang lewat. Aku bimbang. Haruskah kujual barang ini? Memang selama ini aku tak
melihat fungsi dari barang ini. Benar-benar tak ada gunanya. Tapi jika
dilihat-lihat, suatu saat aku akan membutuhkan barang ini, entah kapan. Supir
taksi memecah lamunanku. Kubayar taksi dengan uang tunai karena kartu kreditku
sudah membengkak tagihannya dan karena alasan itulah aku berniat menjual barang
ini.
Akhirnya, tanpa ragu-ragu kutapaki jalanan panjang menuju
toko yang akan kukunjungi untuk menjual barang ini. Toko ini amat besar, mewah,
bersih dan rapi sekali dengan penjaga toko memakai seragam dan terlihat cantik serta
tinggi semampai dihiasi senyum terbaik hasil hiasan gigi yang berbaris rapi.
Toko ini dikelilingi kaca super besar yang bersih dan mengkilap. Aku pernah
berniat belanja disini, namun uangku tak cukup karena barang yang dijual sangat
berkualitas dan mahal. Disini adalah toko jual beli dimana kita bisa menjual
barang berharga yang akan dihargai dengan harga yang mahal.
Penjaga toko menyapaku ramah. Begitu tau barang apa yang
akan kujual, dahinya mengkerut keatas, menanyakan kembali apakah aku yakin akan
menjual barang ini? Kuanggukkan kepalaku tanpa ragu sedikitpun. Tanpa ragu
karena kulihat ada beberapa orang yang juga sedang menjual barang yang sama
denganku. Penjaga toko itu menunjukkan jumlah nominal yang ia tawarkan. Aku
takjub, heran, gembira begitu melihat banyaknya deretan nol yang tertera. Aku
mengiyakan, lalu kami berjabat tangan tanda setuju.
Kumasukkan uang dalam tas, tidak muat karena terlalu
banyak. Akhirnya kutaruh uang ini kedalam kantong kresek. Aku senang,
setidaknya pesta malam ini akan dihiasi dengan pakaian mewah yang melekat di
tubuhku. Aku membayangkan berjalan dikarpet merah sambil orang-orang yang
melihatku berteriak kagum karena kemewahan baju yang kupakai. Tanpa berfikir
panjang, kugunakan uang ini, tenang tak akan habis.
Kulangkahkan kakiku menuju butik terkenal dikota Jakarta.
Kupilih-pilih baju dari harga yang termahal. Setelah itu kucoba dikamar ganti.
Dress berwarna merah maroon dengan detail yang eksotis, tidak terlalu pendek,
hanya sepuluh senti panjangnya dari kemaluanku. Bagian punggungnya sangat
transparan hingga keindahan pinggangku terlihat jelas dan menawan. Ditambah
lagi cekungan pas diatas belahan dada, membuat separuh payudaraku terlihat
jelas. Tak ada hiasan apa-apa selain ukuran yang minimalis. Kubawa dress itu ke
kasir, tiga juta lima ratus dua puluh lima ribu rupiah. Dengan santai
kuserahkan uang empat juta, lalu sisa kembalinya kubiarkan saja. Kasir tersebut
tersenyum sambil mengucapkan terima kasih.
Kulangkahkan kaki jenjangku keluar butik sambil
menengok-nengok gaun yang tergantung di sebelah kanan kiri tembok sambil
berlagak bak nonik-nonik rusia. Aku membayangkan memakai dress mahal ini. Lima
langkah kakiku terhenti oleh sebuah toko yang menjual aneka ragam G-String.
Kulangkahkan kakiku masuk ke sebuah toko Victorian Secret. Kuraih G-String
berwarna hitam bercampur merah darah dengan aksen renda-renda polka dot dengan
pita mengelilingi renda, sungguh terlihat seksi. Kubayar sambil menyerahkan
uang seratus ribu rupiah berjumlah tujuh lembar. Kulemparkan senyum angkuh
seraya menaikkan sedikit dagu lancipku, kemudian kujentikkan jemari lentikku
bercat cokelat tua. taksi segera berhenti dan supir itu membukakan pintu
untukku seraya memasukkan tas karton besar bertuliskan centre de luxe ke dalam bagasi sambil kuingatkan untuk hati-hati
terhadap gaun mahalku.
Satu jam dalam perjalanan akhirnya sampai juga didepan
kos-kosan mungil tempatku tinggal. Jakarta memang Ibu Kota yang tak pernah
tidur, selalu menuai peluh. Kuberikan uang receh kembalian dari membeli
G-String sambil mengingatkan untuk menjemputku tepat pukul tujuh malam. Semua
penghuni kos menatapku aneh, sinis lebih tepatnya. Mereka memang tidak pernah
melihat kantong belanjaan semewah ini. Kuacuhkan mereka sambil membuka pintu
kamarku yang lumayan berantakan. Kulihat sisa uangku, masih banyak. Aku
tersenyum sambil merebahkan tubuhku telentang diatas kasur.
Mataku terbuka sambil mengarah ke jam dinding. Aku kaget
luar biasa lalu dengan cepat aku mandi, luluran sebentar lalu kugunakan
G-String mahalku perlahan. Kulihat tubuhku dicermin besar, terlihat jelas
cermin itu memantulkan paha putihku yang mulus serta payudaraku yang besar tertutupi
setengah oleh renda-renda G-String. Kupakai dress mahalku dengan sangat
hati-hati. Sangat anggun menawan.
Taksi sudah datang setengah jam yang lalu. Dengan cepat kulangkahkan
kaki menuju taksi yang sudah lama menunggu. Sambil terduduk didalam kemacetan,
kulihat arloji mahalku, masih pukul delapan. Ada waktu untuk kesalon.
Sesampainya disalon langgananku, dengan cepat laki-laki berlagak seperti
perempuan itu paham maksudku. Pertama rambut panjangku dicuci perlahan, lalu di
creambath, kemudian pundakku dipijat untuk relaksasi. Rambutku di blow dan di
cat warna cokelat tua. tak lupa kuingatkan bahwa malam ini pesta yang sangat
luar biasa, aku harus sempurna. Kemudian ia meraih jemari langsingku dan segera
menyulapnya menjadi kuku bercat merah muda. Setelah itu kakiku, dan ia
mendandaniku dengan sangat hati-hati. Mulai dari alas bedak, kemudian alis
mata, eyeshadow, eyeliner, hingga blush on. Semuanya sudah selesai. Kucium pipi
kanan kiri nya sambil mengucapkan terima kasih. Kubayar di kasir dengan sangat
hati-hati, takut cat dikuku jemariku tergores.
Lima belas menit kemudian, klakson berbunyi dari luar.
Kuintip dari jendela besar salon, ternyata jaguar hitam berpelat merah. Temanku
sudah datang rupanya. Dengan cepat kulangkahkan kakiku berhiaskan high heels
warna cream ke dalam mobil mewah tersebut. Kulihat teman-temanku sedang minum beberapa
botol bir. Kubilang bahwa pesta belum dimulai sambil menyunggingkan senyum
indahku berhiaskan lesung pipi dikanan kiri. Teman-temanku adalah anak dari
orang-orang terkenal, pejabat tinggi negara, pemilik saham terbesar diluar
negeri, hingga pemilik apartemen mewah diluar dan di dalam negeri.
Tak terasa sudah sampai. Aku takjub bukan main. Inilah
pesta yang selalu kuidam-idamkan. Aku masuk sambil menyunggingkan senyum tipis.
Kulihat pakaian orang-orang yang datang dibutik tempatku membeli dress ini.
Kulangkahkan kakiku menuju dance floor. Dengan sangat hati-hati kulemparkan
pandangan pada salah satu laki-laki berwajah blasteran Arab Jerman yang sedang
duduk sambil menenggak bir impor. Ia menatapku sambil tersenyum penuh arti. Kulihat
matanya berwarna biru kehijauan dihiasi hidung mancung. Aku mengangguk sambil
memainkan ujung rambutku, lalu dengan sangat hati-hati ia mendekatiku. Tak lama
lagu berubah ke dalam aransemen yang sangat lambat. Tak ragu, ia melingkarkan
kedua tangannya dipinggul menawanku. Dengan sangat hati-hati kukalungkan kedua
tangan kurusku ke lehernya yang jenjang. Kami tersenyum, saling memandang, tak
lupa ia memujiku dengan kata-kata rayuan. Aku terhipnotis oleh ketampanan dan
tubuh atletisnya. Kulihat mulutnya sedikit mengeluarkan air liur ketika menatap
payudaraku, lidahnya tak berhenti bergerak, kulihat jakunnya bergerak keatas
kebawah karena menelan ludah. Ia merapatkan pelukan kami sambil matanya
terus-menerus mengawasi lekuk tubuh indahku. Kening kami beradu, ia mendaratkan
bibirnya kehidungku, kemudian pipiku, lalu lama ia menciumi leher jenjangku dan
terakhir tepat dibibirku.
Hal ini sangat biasa kulakukan ketika pesta berlangsung.
Berdansa dengan banyak lelaki, mencumbu leherku. Ritme napasku kian meningkat.
Ia menciumku ganas. Sesekali menggigit bibir tipisku sambil melumat lipstik
yang menyapu bibirku. Terasa indah. Ia menggiringku menuju kamar. Aku pasrah
bukan main. Ia meminta kunci kamar di bar sambil merengkuh pinggangku kencang.
Tubuhku panas dingin. Ia merebahkanku diatas ranjang
empuk. Ia menanggalkan dress mahalku kelantai. Tubuh atletisnya menindihku dan menciumi
keningku, melumat bibirku, mencium leher jenjangku, lalu menciumi payudaraku,
kemudian kemaluanku. Hey, apa yang terjadi? Mengapa ia begitu kurang ajar? Aku
teringat pesan ibu bahwa tak ada orang lain yang boleh menjamah tubuhku kecuali
suamiku kelak, tak ada yang boleh. Aku pernah diperlakukan seperti ini
sebelumnya, juga olehnya. Akan tetapi, saat ia mulai melumat kemaluanku, aku
memukul kepalanya menggunakan barang berhargaku. Kemudian ia sadar dan meminta
maaf sambil meninggalkanku pergi. Tapi kali ini lain. Kuingat-ingat barang itu.
Aku lupa menaruhnya. Dimana? Ah, brengsek! Bukankah barang itu sudah kujual
tadi pagi dengan imbalan harga yang sangat mahal? Sekarang aku tak bisa berbuat
apa-apa. Tak ada lagi yang mampu menolongku kecuali barang itu. Namun sekarang,
barang itu sudah kujual. Aku pasrah ia menjamah seluruh tubuhku. Ternyata
barang itu sangat berharga didalam situasi seperti ini.
Tubuhku lemas tak berdaya sambil gelinjangan bukan main.
Ia tersenyum nakal padaku. Aku tak bisa apa-apa kecuali hanya menikmati apa
yang sedang ia lakukan. Ia mengarahkan kepalaku kebawah dan membiarkanku
menghisapnya. Ia mendesah sambil menjambak rambut indahku. Aku senang mendengar
desahannya. Peluh menempel pada tubuh kami. Malam masih panjang. Tak lama
kemaluanku terasa sakit, sangat sakit tapi lama-kelamaan aku menikmati adegan
ini. Aku tak pernah bisa membayangkan betapa jijiknya aku terhadap kemaluan
lelaki. Namun saat ini, aku membayangkan betapa nikmatnya kemaluan yang
sekarang sedang berada di dalam kemaluanku. Ini sungguh ironi. Ketika sedang
membayangkan, tiba-tiba sesuatu yang begitu hangat menyembur kemaluanku. Aku
lemas. Tak berdaya. Kemudian setelah beberapa detik, perutku terasa mual, ingin
muntah, lalu dengan cepat ia menariknya dan melemparkanku selimut tebal. Dengan
buru-buru ia memakai celana dalam, kemejanya lalu celana jeans nya sambil
melemparkan puluhan uang seratus ribuan kearah mukaku sambil tersenyum dan
berkata bahwa uang itu sebagai ganti karena ia telah sedikit merobek dress
mahalku. Ia meninggalkanku. Dengan buru-buru kurapikan dandananku, kulihat ada
sedikit robekan di bagian dada pada dress mahalku. Tak apa, aku bisa membelinya
dengan uang yang barusan ia beri. Kulihat sperma berceceran di seprai tempat
tidur, dengan cepat aku langsung menuju bar.
Teman-temanku sudah pulang sejak tadi. Aku menyetop taksi
lalu pulang kekosan. Tubuhku gontai, kotor, lemas, jijik, tak tahu apa yang
harus kulakukan. Aku menikmati adegan tadi, tapi seandainya aku tak menjual
barang berharga itu, pasti ia takkan mungkin kurang ajar menjamah tubuhku.
Sesampainya dikos, aku langsung tertidur, pulas.
Keesokan harinya, kulihat ponselku berdering. Ada pesan
singkat dari temanku. Katanya ada sebuah pesta mewah dimana pesta ini bukan
untuk sembarang orang. Hanya untuk kalangan pejabat, konglomerat dan pemilik
saham terbesar diseluruh dunia. Pesta ini pertama kalinya diadakan di
Indonesia, sehingga pesta ini tak mungkin dilewatkan oleh kalangan atas. Aku
diundang oleh salah satu temanku yang ayahnya adalah pejabat tinggi negara.
Untuk masuk kedalam pesta ini, kita harus membayar mahal, tetapi khusus untuk
pejabat tinggi negara dan keluarga, pesta ini gratis. Aku tergiur. Setidaknya
untuk melupakan kejadian tadi malam, pikirku. Aku mengiyakan sambil memikirkan
gaun apa yang akan kukenakan. Kulihat uangku, tinggal sedikit. Cukup untuk
membeli gaun agak murah dan perawatan diri disalon sebentar, hanya sebentar.
Karena uangku tidak cukup. Aku menoleh kedalam tas pestaku, ada uang darinya
yang semalam ia lempar kearahku. Lumayan jika uangku habis aku masih ada
persediaan.
Semua sudah siap. Setidaknya dengan gaun sederhana, tetap
terlihat mewah jika melekat pada tubuh rampingku bak model peragaan fashion
internasional. Rambutku tertata rapi, walau tak sebagus pesta kemarin. Tidak
ada cat yang menempel diatas kuku, putih polos. Kulitku agak sedikit kering,
agak sedikit. Sekitar sepuluh persen tingkat kekeringannya karena tidak ada
mandi susu dan bleaching disalon langgananku. Kulihat diriku dicermin, agak
aneh. Kuraba cerminnya, kusapu bagian atasnya menggunakan jemariku, barangkali
ada sedikit debu yang membuat cara kerja cermin terhambat untuk merefleksikan
tubuh indahku. Ternyata tidak ada. Cermin ini bersih. Berarti dia jujur. Huh...
Memang agak beda dari pesta kemarin malam, ini pasti karena barang yang melekat
pada tubuhku tak semewah pesta kemarin malam. Aku ragu untuk datang. Pasti yang
datang memakai gaun mewah. Pasti perawatan, dan segala kepastian yang
kutakutkan. Tiba-tiba klakson BMW silver berpelat merah memecah lamunanku. Tak
sopan bila aku menolak ajakan temanku dan keluarganya. Kulangkahkan kakiku
dengan sangat hati-hati karena takut hak sepatuku copot. Sangat hati-hati
sekali. Kubuka pintu mobil, lalu perlahan masuk dan duduk dengan anggun. Mama
temanku hanya tersenyum tipis sambil melirik penampilanku dari ujung kaki
hingga ujung poniku yang kutata agak berantakan, hanya menggunakan hair spray.
Aku hanya diam sedangkan temanku dan kedua orang tuanya sibuk bercerita soal
rencana kedua orang tuanya membeli salah satu kasino yang berlokasi disepanjang
Danube River di Hungaria. Pandanganku dialihkan oleh toko tempat aku menjual
barang berhargaku. Entah mengapa malam ini toko itu ramai sekali. Hanya sekilas
karena mobil melaju lumayan cepat.
Tak terasa sudah sampai dipelataran gedung pesta. Tak ada
hiruk pikuk. Pestanya sangat tertutup. Kata temanku, pesta ini amat ketat
pengamanannya. Pintu masuk dijaga oleh dua orang body guard berbadan besar
disisi kanan dan kiri. Setiap orang harus dalam pemeriksaan yang ketat. Kedua
orang tua temanku sedang merapikan pakaian mereka. Aku melihat dari jauh. Ada
yang tidak boleh masuk dan harus kembali pulang. Aku jadi deg-degan setengah
mati.
Kami mengantri cukup panjang. Setelah kurang lebih lima
belas menit, sampailah pada giliran kami. Orang tua temanku dapat masuk.
Kemudian giliran aku. Tiba-tiba mesin inframerah berbunyi kencang. Kedua body
guard terheran, aku juga, begitu juga temanku. Salah satu body guard menarik
lenganku dengan kencang. Kutanyakan mengapa aku tak dapat masuk. Apa karena
bajuku kurang mewah? Atau dandananku tidak disalon mahal?
Salah satu body guard itu menggeleng, dia bilang bahwa
syarat masuk hanya menggunakan harga diri. Tetapi mesin inframerah berbunyi
tanda aku tak memiliki harga diri. Lalu temanku menanyakan kemana harga diriku.
Kubilang bahwa aku sudah menjualnya kemarin pagi. Tapi aku heran pada salah
satu orang yang baru saja masuk, bukankah aku melihatnya kemarin pagi sedang
menjual harga diri bersamaan denganku? Lalu temanku berkata bahwa orang
tersebut baru saja membeli kembali harga dirinya yang telah ia jual. Walaupun
dengan harga lima kali lipat lebih mahal.
Betapa bodohnya aku karena telah menjual harga diriku.
Kulihat dompetku, masih ada sisa uang darinya. Kupinjam uang pada temanku sebanyak
lima kali lipat, untuk berjaga-jaga karena harganya sangat mahal. Kusetop taksi
yang melintas didepanku, lalu dengan cepat kusuruh pak sopir menuju toko
tersebut. Memang sangat ramai ketika kusampai disana.
Pelayan toko tersenyum padaku, ia masih ingat pada
parasku. Langsung kubilang padanya bahwa aku ingin membeli barang berharga yang
kujual kemarin pagi, harga diriku. Dengan cepat kuserahkan semua uang yang ada
didompetku, juga uang yang tadi kupinjam dari temanku. Lalu pelayan toko itu
meminta izin sebentar untuk mengambilkan barang tersebut. Setelah beberapa
menit aku menunggu dengan gelisah, pelayan toko tersebut kembali dengan tangan
hampa sambil berkata,
“Maaf Nona, harga diri Anda sudah dibeli oleh laki-laki
berwajah blasteran Arab Jerman kemarin malam”.
Xxx