Nikah muda? Dua frasa yang saya sebutkan itu merupakan
sebuah fenomena yang terjadi dimasyarakat belakangan ini. Sebetulnya sudah
terjadi sejak zaman Rasulullah, namun akhir-akhir ini sedang bergejolak
ditengah masyarakat kita, atau saya aja yah yang baru denger? Hehehe. Kalo kita
ngomongin dua frasa tersebut, gak bakal ada habisnya deh. Ada yang pro, ada
yang ngotot pro, ada juga yang kontra, atau ngoto kontra, yang pasti, bikin
nafas naik turun, geleng-geleng kepala, sakit perut, biasa aja, apatis,
entahlah. Saya juga bingung.
Disini saya memberikan sedikit tentang pandangan saya
tentang dua frasa tersebut, menikah muda. Jeng jeng jeng........
Menurut saya, tidak ada yang salah dengan dua frasa
tersebut. Yang jadi permasalahan adalah, apakah pelaku menikah muda tersebut
sudah siap?
Siap disini bukan hanya gedung bisa di booking, undangan
bisa disebar ataupun catering dan busana pernikahan sudah dipesan. Bukan, bukan
sesederhana itu. Lebih dari itu.
Bagaimana dengan penghasilan? Memang betul jika kita
menikah, maka Allah akan memperbanyak rezeki kita. Tapi inget lho ya, semua
pake usaha. Kalo emang kamu belum punya penghasilan banyak TAPI punya semangat
dan etos kerja yang tinggi, buat saya kenapa enggak untuk menikah muda. Tetap dengan
catatan “usaha” lho ya. Kalo kamu Cuma punya niat, terus pasrah kerja apa aja
yang penting halal tanpa punya pencapaian pribadi, hellow anak istri mau
dikasih makan apa? Allah juga males ngasih rezeki ke orang yang Cuma bisa
pasrah, terus nekat nikah dengan alasan “entar juga kalo nikah rezeki akan
dilancarkan” wah salah besar tuh.
Pikirkan habis menikah mau tinggal dimana. Dalam hal ini
bukan berati sebelum nikah sudah punya rumah besar minimal tipe 72 yaa. Kecuali
kalo orang tua kamu punya harta berlimpah dan dengan Cuma-Cuma ngasih semua
hartanya ke kamu. Nah kalo yang berasal dari keluarga biasa-biasa aja, gimana?
Kalo saya sih, gak mau tinggal dirumah mertua atau di rumah orang tua saya.
Saya malu aja gitu udah berani bikin anak masih numpang ke orang tua, gak malu?
Lebih baik sewa rumah sekalian atau cicil rumah. Perlu dipikirin juga tuh soal
tempat tinggal. Minimal ada dana untuk sewa atau cicil rumah.
Ilmu. Ini yang paling penting. Banyak orang bilang “udah
lah, ilmu kan bisa dipelajari sambil berjalan” wah kalo menurut saya salah
besar tuh. Dalam pandangan saya, minimal sudah punya ilmu yang memadai untuk
menjalin rumah tangga. Masuk universitas aja pake tes, susah lagi. Gak tau sih
yang PMDK, soalnya saya kan SNMPTN hehehhe. Mau lulus juga di fakultas saya
pake syarat nilai TOEIC nya harus minimal 550. Apalagi rumah tangga?
3 point terpenting dalam pandangan saya tentang 3 hal
yang harus dimiliki dalam menikah. Dulu saya termakan oleh rumor soal
pernikahan muda. Sehingga dulu ada orang yang ingin melamar saya, lalu saya
sodorkan ke ayah saya. Dengan tegas ayah bilang bahwa kapanpun saya ingin
menikah yang terpenting lulus kuliah S1 dulu. Pada waktu itu saya kesal karena
saya berfikir ada pemuda baik yang memenuhi semua kriteria calon suami idaman
kok ditolak, ayah nih bukannya melancarkan anaknya memenuhi sunnah Rasul, tapi
seiring berjalannya waktu, mata saya
terbuka soal laki-laki tersebut. Sebetulnya dia sangat baik, tapi ada satu
kriteria yang buat saya “gak banget” dia little bit we can say as ‘playboy’
well, pada saat itu ingin rasanya saya meluk ayah, bilang “Dad, thank you so
much” Allah melindungi saya lewat ayah. Tapi sekarang laki-laki itu sudah
menikah. Semoga kalian bahagia ya J hehehe
Saya anak pertama. Orang tua saya memang bukan pelaku
menikah muda. Saat menikah, ayah saya berusia 27 tahun dan ibu saya 29 tahun.
Waw lumayan agak tua yah?
Menurut saya, boleh tidaknya menikah muda itu juga
dipengaruhi orang latar belakang keluarga. Di sejarah keluarga besar saya
memang tidak ada yang menikah muda, maksudnya menikah saat masih sekolah atau
kuliah, pun orang tua saya. Terlebih saya adalah anak pertama. Saya tahu, semua
harapan-harapan kedua orang tua saya berada dipundak saya. Menikah muda memang
sangat indah, tapi bukankah membahagiakan orang tua juga sangat sangat indah?
Sebetulnya menikah muda itu tergantung orangnya. Ada yang
menikah saat kuliah justru malah membuat lancar kuliah, atau menikah muda
justru menghambat kuliah juga ada. Dan sepertinya saya tipe orang yang akan
terhambat. Saya menyadari bahwa saya paling susah mengatur waktu, apalagi
mengatur keuangan. Haduuuuuuhhh saya paling stupid kalo soal uang. tapi paling
jago kalo disuruh ngabisin. Hehehe.
Sebetulnya saya setuju dengan nikah muda, dibawah usia 25 nikah muda kan? Tapiiiiiiii, saya
akan menikah setelah saya lulus kuliah. Lebih bagus kalo saya menikah setelah
lulus S2. Estimasi saya lulus S2 23-24 tahun AMIN.
Walaupun saya menjalani nikah muda, tapi saya juga
memiliki banyak pencapaian. Lulus kuliah, hafal juz 30, minimal memiliki
pekerjaan. Pintar masak, dan selama belum menikah, saya akan belajar untuk
menggapai pencapaian-pencapaian saya tersebut. Betapa bahagianya calon suami
saya ketika menikahi saya, saya lulus S1 atau lulus S2 atau sedang menjalankan
S2, lalu betapa bangganya calon mertua saya memiliki calon menantu yang sudah
lulus S2 atau sedang dalam proses S2, dan betapa gembiranya orang tua saya
ketika bertemu temannya lalu berkata bahwa saya sudah lulus S2 disaat menikah.
Memang hal tersebut mengarah ke “prestige” tapi siapa tahu kalau orang tua
sangat bahagia dengan hal tersebut? Karena bagi saya kebahagiaan terpuncak
adalah saat orang tua saya benar-benar merasa bangga memiliki anak seperti
saya. Jika memang kemauan orang tua untuk menikah setelah lulus kuliah, mengapa
kita tidak menahan sambil terus berbenah diri/ bukankah ridha Allah adalah
Ridha orang tua?
Apalagi kalau seorang anak berada didalam kandungan
seorang ibu yang sudah lulus S2, atau lulus S1, pasti akan berpengaruh terhadap
kecerdasan intelektualnya, saya salah satu orang yang percaya akan hal itu.
Semakin banyak ilmu yang telah kita peroleh, semakin cerdas anak yang akan kita
hasilkan.
Saya percaya itu.
*Untuk wanita yang masih belum diizinkan menikah oleh
orang tua nya dengan catatan harus lulus kuliah, itu bukan hal yang
menyengsarakan. Justru orang tua kalian sungguh ingin membentuk kalian menjadi
calon istri yang dapat dibanggakan oleh suami, mertua dan calon anak-anak
kalian kelak. Jangan terpengaruh oleh media. Lebih baik membuat pencapaian-pencapaian
yang akan membuat diri kalian lebih berharga untuk dijadikan istri, anak dan
ibu.