Senin, 22 April 2013

Jeritan Perselingkuhan


kita bisa terbaring dalam satu ranjang, jika kau mau,

dan jika lidah ini tak kelu

tapi,

istrimu menunggu di gerbang rumahku

pakai kolormu

bersihkan kemaluanmu

besok, kita bertemu dalam batas neraka dan surga

karena Tuhan tahu, tapi menunggu



Minggu, 21 April 2013

Potret Kami, Kartini Indonesia



Ibu kita Kartini, sedang apa?
Pasti disana kau terang benderang

Bukan karena cetusanmu habis gelap terbitlah terang, tapi karena apa yang telah kau lakukan untuk bangsa ini hingga membuatmu merasa terang disana

Ibu, kau tahu, apa yang sedang kami alami disini, tak seindah apa yang kau pikirkan
Kalau habis gelap terbitlah terang, maka disinipun kami merasa gelap kembali
Ibu, kami merasa seperti dijajah kembali
Bukan karena Belanda kembali setelah mengetahui kau sudah tiada
Bukan juga Jepang yang berfikir untuk kembali menduduki tanah air kita

Tapi disini kami saling menjajah
Hukum diobral murah
Moral didiskon habis-habisan
Revolusi berceceran di seprai kamar 2x3 meter
Payudara dihargai lima ribu dapat sepasang
Vagina tak lagi menjadi lambang kehormatan

Ibu kita kartini, bisa kembali sedetik saja dan tolong beri tahu mereka arti perjuanganmu
Kami saling bercumbu bak kuda-kuda yang kehausan
Kami saling melempar cinta diatas ranjang bobrok tak berseprai

Para negarawan bercerita tentang perjuangan pahlawan sambil mendesah seperti anjing yang melolong kelaparan
Para penegak hukum memukul palu sambil menghisap puting remaja lima belas tahun

Ibu kita kartini,
Saya adalah penonton yang sudah membayar karcis, saya ingin pertunjukkan kelas hollywood, bukan layar tancap yang bubar ketika gerimis datang

Ibu kita Kartini, jangan harap ada putri sejati, putri Indonesia yang harum namanya
Karena kami disini masih saling menginjak agar harum nama kami satu sama lain
Ibu kita Kartini, jangan harap ada pendekar bangsa, pendekar kaumnya untuk merdeka
Karena kami disini masih sibuk mengadu domba dan saling menyikut
Ibu kita Kartini, jangan harap ada putri yang mulia, yang sungguh besar cita-citanya bagi Indonesia
Karena kami disini masih menjual ke-kartini-an kami demi sesuap nasi, apalagi bercita-cita

 Ibu kita Kartini, nasionalisme tak menjadikan kami mengerti mengapa ada bendera merah-putih
Agama juga tak mampu membuat kami sadar untuk apa kartini diciptakan
Ibu kita kartini, kami disini masih sangat lemah. Wanita Indonesia masih tak mengerti jati diri, walaupun monorail akan dibangun di kota Metropolitan

 wanita tetap menjadi komoditas paling menggiurkan ditengah kerakusan bangsa ini



Rabu, 17 April 2013

permen Amis dari bapak



Kata ibu bapak tampan
Bapak saya hebat
Bapak saya jagoan
Bapak saya kuat
Bapak sering memukul ibu pake sandal jepit
Bapak sering teriak-teriak sewaktu saya kecil
Bapak sering menampar ibu
Bapak sering mengajak orang kerumah waktu ibu gak ada
Bapak sering menciumi wanita yang bukan ibu saya
Lalu bapak masuk kamar dan mendesah
Bapak juga sering bersama laki-laki
Lalu masuk kamar lagi lalu mendesah lagi
Lalu bersama wanita lain dan mendesah lagi
Dan bersama laki-laki lain lalu mendesah sepanjang malam
Bapak saya pintar
Bapak saya bukan pembunuh
Walaupun sesekali bapak sering menaruh bantal diatas muka kecil saya
Lalu saya nangis lalu saya digendong setelah ibu datang
Bapak sering memberi saya hadiah
Bapak sering memberi saya permen
Walau rasanya tidak manis, tapi amis
Hadiah terindah dari bapak
Permen amis
Sampai detik ini, saya sering minta hadiah permen amis
Bukan lagi dari bapak, tapi dari laki-laki lain
Bapak senang, saya pun senang
Ibu menangis sepanjang hari, entah mengapa



“You are Haram & this is not Hijab” is it advice?




Akhir-akhir ini lagi booming banget masalah jilbab. Entah saya yang ketinggalan zaman karena udah terlalu booming lama, atau memang benar-benar lagi booming. Entahlah. Ada beberapa hal yang mengusik pikiran saya. Tapi sulit untuk diungkapkan. Akhirnya, saya membaca di sebuah akun twitter milik Dian Pelangi. Bukan karena saya ngefans banget sama dia, atau saya langganan di butiknya dia, bukan. Karena memang tweet nya dia ‘saya banget’. Begini bunyinya:

"Advices as "you're haram!" or "this is not hijab!" Sometimes didn't help. What helped is reading sunnah, good sisters & their examples.."

Yap bener banget. Sekarang lagi booming-booming nya kata hijabers. Kalo dulu, arti hijabers itu ya para wanita yang menggunakan jilbab. Tapi sekarang, term itu sudah berubah arti menjadi sekelompok wanita-wanita yang menggunakan jilbab gaul, atau jilbab yang dipakai sedemikian rupa sehingga menarik perhatian. Banyak orang yang juga berlomba-lomba membuat tutorial cara memakai hijab sedemikian rupa, entah bagaimana cara dan modelnya sehingga hijabers menjadi sangat menjamur dan akhirnya muncullah berbagai macam butik atau online shop yang menjual pakaian muslim wanita yang menarik dan berwarna-warni.

Pemahaman semakin bergeser dengan terciptanya berbagai model hijab dan baju muslim, walaupun beberapa ada yang tetap menciptakan kreasi busana dan hijab sesuai syariat. Terkadang pakaian yang diciptakan terlalu ketat, atau kombinasi warna yang mencolok, serta tidak menutup dada. Walaupun demikian, style seperti ini yang menjadi kiblat masyarakat kita zaman sekarang. Alih-alih ingin syiar dan membuat wanita-wanita tertarik menggunakan jilbab, justru terkadang beberapa designer out of the box.

Hal inilah yang memicu para pendakwah, siapapun orang yang kurang setuju bahkan tidak setuju dengan cara ini melakukan ‘perlawanan’. Entah kata ‘perlawanan’ terlalu kasar dan ekstrim, tapi yang jelas, muncul juga berbagai artikel di berbagai media sosial, seperti facebook terutama, mengingat facebook adalah salah satu sosial media yang mampu menampung banyak kata, sehingga ketika saya membuka facebook, sering sekali terdapat artikel-artikel tentang hijab.

Sayangnya, artikel yang mungkin memiliki tujuan untuk saling mengingatkan, justru menjadi bumerang bagi kita sendiri sebagai umat muslim khususnya para wanita. Mengapa tidak, saya saja yang sudah memakai jilbab merasa tertohok membaca artikel tersebut. Contohnya saja ada artikel yang bertuliskan “kalau memakai jilbab saja panas, bagaimana panasnya api neraka”. Saya paham betul maksud artikel ini. Saya tahu ada beberapa hadits yang mengatakan kalau tidak memakai jilbab wanita tidak akan mencium wanginya surga padahal surga bisa dicium berapa ratus km (maaf saya lupa ini hadits siapa). Saya paham akan hal itu. Akan tetapi, hanya Allah yang mampu menjudge manusia. Kita sebagai sesama manusia apakah pantas menentukan bahwa wanita yang tidak memakai jilbab itu masuk neraka? Soal aqidah itu urusan manusia dengan Tuhannya, sesama manusia cukup saling membutuhkan akhlaq.

Tidak hanya itu, banyak sekali artikel yang menunjukkan foto-foto para hijabers lalu di beri komentar kalau jilbab yang mereka gunakan tidak syar’i atau tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Mungkin artikel tersebut benar, misalkan para hijabers tersebut menggunakan warna-warna pakaian yang agak mencolok atau tidak menutup dada. Tapi kan bisa menggunakan bahasa yang halus. Kita hidup didunia bukan mencari mana yang benar dan mana yang salah, akan tetapi saling mengingatkan. Satu hal yang membuat hati saya terenyuh. Bahkan tak segan banyak orang yang bilang “jilbab yang digunakan haram! Tidak sesuai dengan syariat. Itu bukan jilbab, tetapi telanjang!” astaghfirullah, saya hanya bisa istighfar. Kita ini sesama muslim, untuk apa saling mencerca, apalagi saling menjudge bahwa sesuatu haram. Menurut saya hal tersebut sudah bukan masuk kategori dakwah lagi, karena selama saya halaqoh dan ganti-ganti mentor, yang namanya dakwah itu mengingatkan, bukan menjudge siapa yang haram dan siapa yang suci.

Ketika ada wanita yang terkadang memakai jilbab, terkadang tidak, saya selalu prefer untuk mendoakan, bukan berburuk sangka. Terkadang ada salah satu teman yang bilang “ih, lepas pake jilbab, mending gue gak pake sekalian” yah mending dia lah, ada kemauan untuk pake jilbab, walaupun masih lepas-pake jilbab. Tidak ada mendingan gak pake atau mending lepas-pake. Yang benra ya memakai jilbab dengan istiqomah. Kalaupun ada yang belum, yuk didoakan. Kalaupun ada yang lepas-pake ya jangan di judge buruk. Mungkin hidayah belum sepenuhnya menghampiri dia atau mungkin masih dalam proses.

Saya sangat positive thinking terhadap para fashion designer yang berlomba-lomba membuat design baju muslimah sedemikian menarik. Paling tidak, mereka dakwah dengan cara membuat para wanita memiliki ketertarikan akan menutup aurat. Mungkin niat awal agar tampil cantik dan menarik, akan tetapi seiring berjalannya waktu dan pemahaman, pasti wanita-wanita akan terus belajar bagaimana sih jilbab yang syar’i itu. Saya pun menyadari dulu jarang sekali wanita yang memakai jilbab, tapi sejak ada gebrakan baru dari para hijabers, saya yakin wanita yang tertarik untuk menutup aurat semakin banyak.

Saya pun ketika menutup aurat mungkin masih belum sempurna. Kadang menggunakan celana, kadang tidak menutupi dada padahal yang seharusnya jilbab itu tidak ketat, menutupi dada, longgar, tidak menyerupai laki-laki, hanya telapak tangan dan wajah yang terlihat. Saya sadar. Untuk itu marilah kawan kita saling mengingatkan, bukan saling berburuk sangka. Kita sama-sama mencari ridho Allah. Bukan justru saling menjatuhkan. Karena perkataan "haram dan ini bukanlah jilbab yang syar’i" justru tidak membantu dan tidak akan merubah apa-apa. Pertemanan yang baik, saran yang membangun dan saling mengingatkan adalah jalan terbaik.

Untuk teman, saudara wanita sesama muslim, yuk didoakan. Semoga yang masih suka pakai hotpants bisa pake celana panjang. Yang suka pake tanktop supaya memakai baju panjang. Yang belum memakai jilbab supaya dimudahkan untuk memakai. Yang sudah memakai jilbab semoga lebih syar’i lagi, dan yang sudah syar’i semoga di lengkapi dengan amalan-amalan yang lain. Karena sesungguhnya Allah menyukai proses, apapun itu, proses menuju kebaikan. Untuk sesuatu yang istiqomah.




Jumat, 05 April 2013

unfortunate me

Dalam hidup kita tidak mungkin sendiri
selalu bersama partner
entah itu partner hidup, partner menggapai impian, dan partner kerja
Tuhan sedang menguji saya melalui partner kerja
disaat saya merasa bahwa dia adalah partner yang baik,
ternyata Tuhan menunjukkan pada saya bagaimana dia sebenarnya
dan saya percaya bahwa Tuhan hanya ingin saya mengetahui satu hal
saya tahu dia seperti apa sekarang, disaat orang-orang belum mengetahuinya
terima kasih, Tuhan, untuk kesempatannya




by

you are my cover
covering
yet, at that time
this is the end of all
but not for this moment
you,
with my pleasure, with my unbelieveable
with my, my, my,
yes.
let's start with finish
let's begin with before
let's eat before hungry
let's smile before angry
let's hug before turn
let's cry before tears come
let's love with forever
I do
do, loving,
the deictical expression,

called
you



Senin, 01 April 2013

Nikah Muda? Hmmmpppffhhh...



Nikah muda? Dua frasa yang saya sebutkan itu merupakan sebuah fenomena yang terjadi dimasyarakat belakangan ini. Sebetulnya sudah terjadi sejak zaman Rasulullah, namun akhir-akhir ini sedang bergejolak ditengah masyarakat kita, atau saya aja yah yang baru denger? Hehehe. Kalo kita ngomongin dua frasa tersebut, gak bakal ada habisnya deh. Ada yang pro, ada yang ngotot pro, ada juga yang kontra, atau ngoto kontra, yang pasti, bikin nafas naik turun, geleng-geleng kepala, sakit perut, biasa aja, apatis, entahlah. Saya juga bingung.

Disini saya memberikan sedikit tentang pandangan saya tentang dua frasa tersebut, menikah muda. Jeng jeng jeng........

Menurut saya, tidak ada yang salah dengan dua frasa tersebut. Yang jadi permasalahan adalah, apakah pelaku menikah muda tersebut sudah siap?
Siap disini bukan hanya gedung bisa di booking, undangan bisa disebar ataupun catering dan busana pernikahan sudah dipesan. Bukan, bukan sesederhana itu. Lebih dari itu.

Bagaimana dengan penghasilan? Memang betul jika kita menikah, maka Allah akan memperbanyak rezeki kita. Tapi inget lho ya, semua pake usaha. Kalo emang kamu belum punya penghasilan banyak TAPI punya semangat dan etos kerja yang tinggi, buat saya kenapa enggak untuk menikah muda. Tetap dengan catatan “usaha” lho ya. Kalo kamu Cuma punya niat, terus pasrah kerja apa aja yang penting halal tanpa punya pencapaian pribadi, hellow anak istri mau dikasih makan apa? Allah juga males ngasih rezeki ke orang yang Cuma bisa pasrah, terus nekat nikah dengan alasan “entar juga kalo nikah rezeki akan dilancarkan” wah salah besar tuh.

Pikirkan habis menikah mau tinggal dimana. Dalam hal ini bukan berati sebelum nikah sudah punya rumah besar minimal tipe 72 yaa. Kecuali kalo orang tua kamu punya harta berlimpah dan dengan Cuma-Cuma ngasih semua hartanya ke kamu. Nah kalo yang berasal dari keluarga biasa-biasa aja, gimana? Kalo saya sih, gak mau tinggal dirumah mertua atau di rumah orang tua saya. Saya malu aja gitu udah berani bikin anak masih numpang ke orang tua, gak malu? Lebih baik sewa rumah sekalian atau cicil rumah. Perlu dipikirin juga tuh soal tempat tinggal. Minimal ada dana untuk sewa atau cicil rumah.
Ilmu. Ini yang paling penting. Banyak orang bilang “udah lah, ilmu kan bisa dipelajari sambil berjalan” wah kalo menurut saya salah besar tuh. Dalam pandangan saya, minimal sudah punya ilmu yang memadai untuk menjalin rumah tangga. Masuk universitas aja pake tes, susah lagi. Gak tau sih yang PMDK, soalnya saya kan SNMPTN hehehhe. Mau lulus juga di fakultas saya pake syarat nilai TOEIC nya harus minimal 550. Apalagi rumah tangga?

3 point terpenting dalam pandangan saya tentang 3 hal yang harus dimiliki dalam menikah. Dulu saya termakan oleh rumor soal pernikahan muda. Sehingga dulu ada orang yang ingin melamar saya, lalu saya sodorkan ke ayah saya. Dengan tegas ayah bilang bahwa kapanpun saya ingin menikah yang terpenting lulus kuliah S1 dulu. Pada waktu itu saya kesal karena saya berfikir ada pemuda baik yang memenuhi semua kriteria calon suami idaman kok ditolak, ayah nih bukannya melancarkan anaknya memenuhi sunnah Rasul, tapi seiring berjalannya  waktu, mata saya terbuka soal laki-laki tersebut. Sebetulnya dia sangat baik, tapi ada satu kriteria yang buat saya “gak banget” dia little bit we can say as ‘playboy’ well, pada saat itu ingin rasanya saya meluk ayah, bilang “Dad, thank you so much” Allah melindungi saya lewat ayah. Tapi sekarang laki-laki itu sudah menikah. Semoga kalian bahagia ya J hehehe

Saya anak pertama. Orang tua saya memang bukan pelaku menikah muda. Saat menikah, ayah saya berusia 27 tahun dan ibu saya 29 tahun. Waw lumayan agak tua yah?
Menurut saya, boleh tidaknya menikah muda itu juga dipengaruhi orang latar belakang keluarga. Di sejarah keluarga besar saya memang tidak ada yang menikah muda, maksudnya menikah saat masih sekolah atau kuliah, pun orang tua saya. Terlebih saya adalah anak pertama. Saya tahu, semua harapan-harapan kedua orang tua saya berada dipundak saya. Menikah muda memang sangat indah, tapi bukankah membahagiakan orang tua juga sangat sangat indah?

Sebetulnya menikah muda itu tergantung orangnya. Ada yang menikah saat kuliah justru malah membuat lancar kuliah, atau menikah muda justru menghambat kuliah juga ada. Dan sepertinya saya tipe orang yang akan terhambat. Saya menyadari bahwa saya paling susah mengatur waktu, apalagi mengatur keuangan. Haduuuuuuhhh saya paling stupid kalo soal uang. tapi paling jago kalo disuruh ngabisin. Hehehe.
Sebetulnya saya setuju dengan nikah muda, dibawah  usia 25 nikah muda kan? Tapiiiiiiii, saya akan menikah setelah saya lulus kuliah. Lebih bagus kalo saya menikah setelah lulus S2. Estimasi saya lulus S2 23-24 tahun AMIN.

Walaupun saya menjalani nikah muda, tapi saya juga memiliki banyak pencapaian. Lulus kuliah, hafal juz 30, minimal memiliki pekerjaan. Pintar masak, dan selama belum menikah, saya akan belajar untuk menggapai pencapaian-pencapaian saya tersebut. Betapa bahagianya calon suami saya ketika menikahi saya, saya lulus S1 atau lulus S2 atau sedang menjalankan S2, lalu betapa bangganya calon mertua saya memiliki calon menantu yang sudah lulus S2 atau sedang dalam proses S2, dan betapa gembiranya orang tua saya ketika bertemu temannya lalu berkata bahwa saya sudah lulus S2 disaat menikah. Memang hal tersebut mengarah ke “prestige” tapi siapa tahu kalau orang tua sangat bahagia dengan hal tersebut? Karena bagi saya kebahagiaan terpuncak adalah saat orang tua saya benar-benar merasa bangga memiliki anak seperti saya. Jika memang kemauan orang tua untuk menikah setelah lulus kuliah, mengapa kita tidak menahan sambil terus berbenah diri/ bukankah ridha Allah adalah Ridha orang tua?

Apalagi kalau seorang anak berada didalam kandungan seorang ibu yang sudah lulus S2, atau lulus S1, pasti akan berpengaruh terhadap kecerdasan intelektualnya, saya salah satu orang yang percaya akan hal itu. Semakin banyak ilmu yang telah kita peroleh, semakin cerdas anak yang akan kita hasilkan.
Saya percaya itu.

*Untuk wanita yang masih belum diizinkan menikah oleh orang tua nya dengan catatan harus lulus kuliah, itu bukan hal yang menyengsarakan. Justru orang tua kalian sungguh ingin membentuk kalian menjadi calon istri yang dapat dibanggakan oleh suami, mertua dan calon anak-anak kalian kelak. Jangan terpengaruh oleh media. Lebih baik membuat pencapaian-pencapaian yang akan membuat diri kalian lebih berharga untuk dijadikan istri, anak dan ibu.