Minggu, 21 April 2013

Potret Kami, Kartini Indonesia



Ibu kita Kartini, sedang apa?
Pasti disana kau terang benderang

Bukan karena cetusanmu habis gelap terbitlah terang, tapi karena apa yang telah kau lakukan untuk bangsa ini hingga membuatmu merasa terang disana

Ibu, kau tahu, apa yang sedang kami alami disini, tak seindah apa yang kau pikirkan
Kalau habis gelap terbitlah terang, maka disinipun kami merasa gelap kembali
Ibu, kami merasa seperti dijajah kembali
Bukan karena Belanda kembali setelah mengetahui kau sudah tiada
Bukan juga Jepang yang berfikir untuk kembali menduduki tanah air kita

Tapi disini kami saling menjajah
Hukum diobral murah
Moral didiskon habis-habisan
Revolusi berceceran di seprai kamar 2x3 meter
Payudara dihargai lima ribu dapat sepasang
Vagina tak lagi menjadi lambang kehormatan

Ibu kita kartini, bisa kembali sedetik saja dan tolong beri tahu mereka arti perjuanganmu
Kami saling bercumbu bak kuda-kuda yang kehausan
Kami saling melempar cinta diatas ranjang bobrok tak berseprai

Para negarawan bercerita tentang perjuangan pahlawan sambil mendesah seperti anjing yang melolong kelaparan
Para penegak hukum memukul palu sambil menghisap puting remaja lima belas tahun

Ibu kita kartini,
Saya adalah penonton yang sudah membayar karcis, saya ingin pertunjukkan kelas hollywood, bukan layar tancap yang bubar ketika gerimis datang

Ibu kita Kartini, jangan harap ada putri sejati, putri Indonesia yang harum namanya
Karena kami disini masih saling menginjak agar harum nama kami satu sama lain
Ibu kita Kartini, jangan harap ada pendekar bangsa, pendekar kaumnya untuk merdeka
Karena kami disini masih sibuk mengadu domba dan saling menyikut
Ibu kita Kartini, jangan harap ada putri yang mulia, yang sungguh besar cita-citanya bagi Indonesia
Karena kami disini masih menjual ke-kartini-an kami demi sesuap nasi, apalagi bercita-cita

 Ibu kita Kartini, nasionalisme tak menjadikan kami mengerti mengapa ada bendera merah-putih
Agama juga tak mampu membuat kami sadar untuk apa kartini diciptakan
Ibu kita kartini, kami disini masih sangat lemah. Wanita Indonesia masih tak mengerti jati diri, walaupun monorail akan dibangun di kota Metropolitan

 wanita tetap menjadi komoditas paling menggiurkan ditengah kerakusan bangsa ini



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

masukan yang membangun...