Selasa, 19 Maret 2013

Ibu Rumah Tangga? Atau Berkarir




Ibu rumah tangga dan berkarir adalah dua pekerjaan yang sangat menarik. Menjadi ibu rumah tangga adalah pekerjaan mulia, namun betapa hebatnya jika seorang wanita juga berkarir disamping menjadi seorang ibu rumah tangga. Disini saya tidak akan membandingkan antara keduanya, namun saya hanya berkaca pada keluarga saya.

Tugas seorang wanita adalah mengurus rumah tangga. Membesarkan anak-anaknya karena rumah adalah sekolah pertama bagi seorang anak. Wanita harus pintar memasak, mencuci pakaian, menyetrika, membereskan rumah, walaupun memiliki pembantu adalah sebuah pilihan yang tidak salah. Menjadi perhiasan bagi suaminya. Menyediakan minum saat suaminya pulang kerja. Mengajarkan anak-anak mengaji, membaca, menulis, melihat perkembangan anak-anak dan yang paling penting menyusui anaknya sampai usia 2 tahun. Coba kita bayangkan, semua pekerjaan yang saya sebutkan diatas adalah pekerjaaan yang tidak mudah. Belum lagi masih banyak pekerjaan lain yang tidak disebutkan. Saya pikir menjadi seorang ibu rumah tangga itu sangat luar biasa. Mengemban tugas besar yang datangnya langsung atas perintah Tuhan.

Well, bagaimana dengan seorang ibu yang memilih untuk berkarir?
Bagaimana mungkin seorang wanita membagi aktivitas berkarir dengan kewajibannya menjadi seorang ibu rumah tangga?

Sebelumnya saya definisikan dulu arti dari berkarir.

Saya mengambil definisi dari penulis favorit saya, Rene Suhardono. Menurutnya, antara pekerjaan dan karir itu sangat berbeda. Pekerjaan adalah alat bagi organisasi untuk mencapai tujuan tertentu dan alat bagi individu untuk terus tumbuh sebagai pribadi dan profesional. Sementara karir adalah mengenai diri sendiri. Karir bicara soal pemenuhan kebahagiaan dan ketercapaian (fulfillment).

Dari definisi diatas, saya bisa menyimpulkan bahwa karir itu passion kita. Kita tidak akan merasa terbebani sekecil apapun pekerjaan kita, sekecil apapun gaji yang didapat kalau pekerjaan itu merupakan passion kita.
Saya berkaca pada ibu saya.

Ibu saya bukanlah seorang ibu rumah tangga. Ibu saya memiliki dua pekerjaan. Berkarir dan menjadi seorang ibu rumah tangga seutuhnya. Betapa tidak, beliau bekerja dari pukul 8 a.m sampai pukul 4 p.m tanpa seorang pembantu. Pagi-pagi ibu saya sudah rapi, sudah membuat masakan untuk keluarga, ibu saya sudah cantik, memakai bedak, lipstik, eyeshadow dan sebagainya. Lalu berpakaian hem atau blazer dan celana bahan. lalu beliau berangkat ke kantor. Saat jam istirahat, beliau pulang untuk menyusui anak-anaknya, karena kantor dekat dengan rumah, lalu kembali bekerja. Sepulangnya, ibu saya memasak lagi untuk makan malam, tanpa melupakan segelas teh untuk ayah saya yang dibuatnya sendiri tanpa seorang pembantu. Saya tidak pernah menggunakan jasa guru privat. Ibu saya langsung yang mengajarkan saya membaca alfabet. Mengajari merangkai kata, membuat kalimat, menulis. Sampai saya beranjak dewasa, saya tidak pernah absen untuk sharing tentang apapun yang terjadi dalam hidup saya. Mulai tentang sekolah, kehidupan, ataupun percintaan. 8 jam waktu yang dihabiskan ibu saya dikantor tidak pernah membuat hubungan saya dan ibu saya merasa terbatasi. Saya sangat nyambung dengan ibu saya. Ibu saya tahu model pakaian apa yang sedang in, ibu saya paham tentang social media, ibu saya sangat paham kalau saya meminta pendapat.

Ibu saya tidak pernah menghabiskan waktu untuk membicarakan apakah tetangga sebelah baru membeli kulkas, mesin cuci, laptop, karena waktunya sudah habis untuk dikantor dan menjadi seorang ibu rumah tangga seutuhnya. Bahkan, kalau atap rumah ada yang bocor, ibu saya yang langsung memperbaikinya. Ibu saya sangat pandai dalam berkomunikasi dengan orang lain karena beliau terbiasa bertemu dengan berbagai jenis orang dikantor. Ibu saya juga pandai mengatur keuangan, tidak serta-merta menghabiskannya begitu saja karena beliau paham benar bagaimana ‘rasanya’ mencari uang.

Ibu saya mengerjakan semua pekerjaan rumah dengan tetap berkarir bahkan tanpa seorang pembantu sekalipun. Ibu saya tidak hanya bermanfaat untuk keluarga saja, namun juga mampu berkontribusi bagi sesama lewat berkarir.

Well, ladies. Berkarir bukan berarti kita melupakan tugas utama kita menjadi seorang ibu rumah tangga. Justru berkarir membuat kita lebih pandai dalam mengatur waktu, mengatur keuangan tanpa sedikitpun kehilangan momen berharga bersama keluarga. Justru berkarir membuat kita banyak belajar melalui orang banyak yang nantinya berguna untuk mencerdaskan masa depan karena seorang ibu yang cerdas akan menghasilkan anak-anak yang cerdas.







2 komentar:

  1. ada suami yang menyuruh istrinya berkarir, agr memiliki tujuan hidup..

    kalo saya milih berkarir di rumah karena gak tega ninggal anak (dan sudah kesepakatan dengan suami sih), dan lagian dengan adanya pc / laptop dan modem bisa punya kantor dimana saja..

    prinsipnya h2o=home-home-office
    setelah kerjaan rumah, masakan, anak beres..pas dia tidur, baru ngantor, buka email, fb, blog buat promo, melayani permintaan klien, mencatat di buku keuangan, dll

    BalasHapus
  2. teh Avi : hehehe kalo punya usaha dirumah kaya teh Avi mah lebih enak dan lebih asyik, apalagi bisa deket terus sama anak :) tapi kayanya aku gak bakat nih buka usaha kaya teh Avi

    BalasHapus

masukan yang membangun...